Nias dulunya
dikenal dengan burung beo atau magiao yang dapat meniru suara yang ada
di sekitarnya, bahkan suara manusia. Karena kepandaiannya meniru
berbagai suara tersebut, burung beo menjadi incaran dan mempunyai nilai
jual tinggi di Pulau Nias maupun di luar Nias. Kini, perlahan tötöhua
atau murai batu (Copsychus malabaricus) nias mendapat tempat di hati
para pencinta burung.
Kini populasi
burung beo di kepulauan Nias sudah hampir punah dan langka.
Sampai-sampai Pemerintah Indonesia memasukkan burung beo sebagai satwa
yang dilindungi. Hanya sayang, hal ini tidak diikuti oleh perhatian
serius pemerintah setempat. Kita tahu, peraturan daerah untuk burung beo
ini tak pernah diterbitkan. Proyek penangkaran juga hingga kini tidak
jelas hasilnya.
Seiring
kelangkaan burung beo di Pulau Nias, burung murai batu nias menjadi
primadona di hati para pencinta burung di Kepulauan Nias. Pertanyaan
besarnya, akankah nasib tete'iko atau tötöhua akan berakhir tragis
seperti magiao?
Harga Tinggi
Osiduhugö
Daely—seorang pencinta burung dan bekerja sebagai polisi berpangkat
bripka— yang dijumpai NBC di kediamannya, di rumah Dinas Polres Nias,
Jalan Anggrek, Kelurahan Ilir, Kecamatan Gunungsitoli, Kota
Gunungsitoli, mengatakan bahwa murai batu nias kini sudah mulai memiliki
harga jual yang tinggi karena sudah mulai diminati para pencinta burung
baik dari Pulau Nias maupun dari luar Nias.
Pria ramah yang
kesehariannya bekerja sebagai Kepala Urusan Surat Izin Mengemudi (SIM)
di Satuan Lalu Lintas Polres Nias, kepada NBC, juga menceritakan bahwa
salah seorang temannya sesama pencinta murai batu yang bernama Roni,
pernah menjual murai batu dari Nias miliknya kepada peminat murai batu
dari Siantar seharga Rp 8.000.000.
Di kontes murai
batu nasional pun yang diadakan di Jakarta, murai batu nias juga pernah
meraih juara III. Prestasi itu membuat pencinta-pencinta burung murai
batu dari luar daerah mulai melirik dan memburu murai nias.
Akibatnya, murai
batu nias semakin mahal dan sering dibawa keluar daerah. Bahkan, menurut
Osiduhugö, setiap bulan, murai batu nias yang dibawa keluar daerah
sebanyak 100 sampai 200 ekor. “Inilah yang membuat harga murai batu nias
ini melambung,” ujarnya.
Harga murai batu
yang sering menang lomba akan semakin mahal. Bisa dihargai hingga jutaan
rupiah. Menurut Osiduhugö, murai batu yang baru ditangkap dan belum
makan pur (makanan burung olahan) dapat dijual seharga Rp 100.000 sampai
Rp 200.000. Jika sudah makan pur dan belum pandai, dapat dijual dengan
harga Rp 300.000 hingga Rp 500.000, dan yang telah pandai harganya
semakin tinggi dari Rp 500.000 hingga jutaan.
Adapun Osiduhugö
telah 9 kali memenangi kontes murai batu di Pulau Nias dan pernah meraih
juara I pada perlombaan kontes burung murai batu yang diadakan ER2 Cup,
dengan hadiah sebesar Rp 1 juta. Ia meraih juara II dan mendapat hadiah
sebesar Rp 800.000 pada perlombaan kontes burung mura batu yang
diadakan oleh Nias Birds Club, dan juga pernah meraih juara III.
Kelebihan Murai Batu Nias
Jika tidak
dilestariakan, niscaya dalam waktu dekat Murray Batu Nias akan sulit
ditemukan dan menjadi langka. Selama memelihara murai batu, Osiduhugö
mengatakan, dari pengamatannya, murai batu nias mempunyai kelebihan
daripada murai batu dari daerah lain. “Murai batu nias memiliki
kepandaian dan IQ lebih tinggi, yang dibuktikan dengan daya tangkap
dalam meniru suara di sekitarnya yang lebih cepat daripada murai batu
dari daerah lain,” ujarnya.
Selain memiliki
daya tangkap dan IQ yang lebih tinggi, murai batu juga memiliki mental
yang lebih kuat. Hal itu bisa terlihat jika dibawa ke mana saja dan
sering dipindahkan dari kandang yang satu dengan kandang lainnya, murai
batu nias tidak cepat stres.
Ciri khas dari
murai batu yang berasal dari Nias, tutur Osiduhugö Daely kepada NBC,
adalah pada ekornya. “Seluruh ekor murai batu nias berwarna hitam polos,
sedangkan ekor pada murai dari daerah lain, terdapat beberapa helai
ekor pada bagian bawah yang bewarna putih,” ujarnya.
Hobi yang
dijalani pria kelahiran 1973 tersebut mememilihara burung murai batu
membawanya menjadi salah satu pengurus pengurus Nias Bird Club yang
dibentuk pada tahun 2008.
Untuk merawat 25
ekor burung miliknya—dari berbagai jenis, Osiduhugö mengaku menyisihkan
uang Rp 200.000 untuk biaya pakan dan perawatan.
Pakan burung
seluruhnya didatangkan dan dibeli dari luar daerah, seperti pur (Rp
8.000-Rp 10.000 per bungkus), jangkrik (130.000 per kilo untuk 2 bulan),
ulat hongkong, ulat bambu (terkadang ada di Nias), dan kroto (telur
semut).
Di antara murai
batu, yang dipelihara Osiduhugö Daely, NBC juga melihat ada beberapa
jenis burung lainnya, seperti burung kapas tembak, manyar, levbet,
kenari, siri-siri, jalak kerbau, cahlilin, burung fofo usö, dan kinoi.
Sebagian besar
burung yang dimilikinya tersebut, menurut pria tamatan Sekolah Polisi
Negara (SPN) Singaraja, Bali, ini dibeli di Kota Gunungsitoli, dan
sebagian juga ada yang diberikan oleh temannya. “Saya memelihara jenis
burung lainnya untuk mengisi suara pada murai batu yang saya pelihara,
di mana dengan adanya bermacam-macam burung dengan suara yang
berbeda-beda, murai batu dapat mengikuti semua suara tersebut dan tidak
akan pasif jika mengikuti kontes,” tuturnya.
Cara Merawat Burung Murai Batu Nias
Ketika disinggung
tentang cara dan kiat merawat seekor murai batu menjadi pandai dan
dapat diikutkan pada kontes, pria yang juga hobi olahraga tersebut
dengan ramahnya mau berbagi trik merawat burung kepada NBC. Menurut dia,
yang perlu diperhatikan dalam memelihara murai batu adalah waktu
pemberian makanan.
Jadwal yang telah
ditentukan untuk memberikan makanan murai batu harus tepat waktu dan
tidak diubah-ubah waktu dan jam dari kebiasaan. Murai batu juga harus
diberikan puding setiap harinya berupa jangkrik, ulat bambu, ulat
hongkong dan kroto, mulai dari 5 ekor hingga 15 ekor per harinya,
disesuaikan dengan situasi burungnya, dari yang pemula hingga yang telah
ikut kontes.
“Setiap hari,
burung murai juga harus tetap dimandikan 2 kali sehari jika cuaca cukup
panas. Namun, cukup 1 kali jika cuaca mendung atau hujan,”
ujarnya. Setelah dimandikan, burung murai batu juga harus dijemur setiap
harinya selama 3 jam dan setelah dijemur, lalu dibebaskan ke dalam
kandang umbar (kandang yang lebih besar) agar segar dan bebas bergerak.
Ketika ditanya
tentang harapannya terhadap pemerintah tentang maraknya perburuan murai
batu nias, pria yang besar dan tamat SMA di Palembang tersebut sangat
mengharapkan pemerintah untuk membuat sebuah tempat penangkaran murai
batu, dan juga mengusulkan peraturan daerah tentang murai batu nias di
DPRD.
Menurut Osiduhugö
Daely, murai batu nias bisa bernasib seperti burung beo, sebab setiap
bulannya dibawa keluar daerah sebanyak 100 sampai 200 ekor sehingga jika
tidak dilestariakan, niscaya dalam waktu dekat Murray Batu Nias akan
sulit ditemukan dan menjadi langka.
Melihat tingginya
harga murai, saatnya pemerintah setempat segera turun tangan sebelum
terlambat untuk menyelamatkan tötöhua yang merupakan burung endemic
kepulauan Nias ini.
Jenis-jenis murai batu yang dikenal di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Murai batu medan, Bukit Lawang, Bohorok, kaki G Leuser wilayah Sumatra Utara. Panjang ekor 27 – 30 cm.
- Murai Aceh, di kaki G Leuser wilayah Aceh. Panjang ekor 25 – 30 cm.
- Murai batu Nias, panjang ekor 20 – 25 cm. Ekor keseluruhan berwarna hitam.
- Murai Jambi, hidup di Bengkulu, Sumatra Selatan, Jambi.
- Murai batu Lampung, hidup di Krakatau, Lampung. Ukuran tubuh lebih besar dari Murai Medan. Panjang ekor 15 – 20 cm.
- Murai Banjar
(Borneo), jenis ini paling populer di Kalimantan, karena sering merajai
berbagai lomba di Kalimantan. Penyebaran di Kalimantan Timur dan
Kalimantan Selatan. Panjang ekor 10 – 12 cm.
- Murai Palangka (Borneo), panjang ekor 15 – 18 cm. Hidup di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
- Larwo (Murai
Jawa), hidup di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Tubuh jauh lebih kecil dari
murai medan. Jenis ini sudah sangat langka ditemukan. Panjang ekor 8 –
10 cm.
http://tviexpressbanet.blogspot.com